Sun Shang Xiang / Sun Hu-Jin & Zhao Yun / Tio Cu Liong
Saat mereka semua sedang berdamai demikian, tiba - tiba muncul satu orang dari belakang tirai seraya berseru.
"Orang yang mengusulkan akal ini harus dihukum potong kepala! apakah kau hendak mencelakakan putriku?" kata orang itu.
Semua orang terkejut, karena orang itu adalah Gouw Kok-thay sendiri.
Dengan gusar, Gouw Kok-thay berkata lebih jauh.
"Seumur hidupku aku hanya punya satu anak perempuan, yang telah menikah dengan Lauw Pi. Maka jika sekarang kalian mengerahkan tentara untuk merampas daerah menantuku, bagaimana dengan jiwa puteriku itu?"
Lantas ibu ini menegur puteranya, Sun Koan.
"Kau telah mewariskan usaha Ayah dan Kandamu, kau telah duduk memerintah atas 81 kota, kenapa kau masih tidak tahu cukup? kenapa untuk keuntungan kecil kau hedak melupakan tulang dan daging keluarga sendiri?" Kata Gouw Kok-thay dengan marah.
Sun Koan memberi hormat kepada ibunya, sambil berkata.
"Maaf, Bu-cin (Bu), anakmu tidak akan berani membantah pesan ibu." Kata Sun Koan.
Dia segera menegur dan membubarkan semua menterinya.
Setelah Gouw Kok-thay mengundurkan diri, Sun Koan berdiri sendirian sambil berpikir.
"Dengan hilangnya kesempatan baik ini, kapan Keng-ciu bisa kembali kepadaku?" pikir Sun Koan.
Saat Sun Koan sedang berduka, Thio Ciauw masuk.
"Apa yang mendukakan hati Cu-kong?" tanya hambanya ini.
Sun Koan menuturkan kesukarannya itu.
"Masalah ini mudah saja kita atasi," kata Thio Ciauw. "Sekarang Cu-kong boleh kirim panglima yang dipercaya dengan hanya 500 serdadu saja, dengan diam - diam mereka harus menyelundup masuk ke Keng-ciu. Mereka harus membaca sepucuk surat rahasia untuk Kun-cu (Adik perempuan Sun Koan). Dalam surat itu harus ditulis secara ringkas saja, katakan bahwa Kok-Thay sedang sakit dan keadaanya gawat, Kok-Thay ingin bertemu dengan puterinya, karena itu Kun-Cu hendak disambut pulang dengan segera. Lauw Hian Tek cuma punya seorang putera, puteranya itu harus dibawa pulang sekalian. Maka kemudian pasti Lauw Hian Tek akan menukarkan Keng-ciu dengan Ah Tauw, puteranya itu. "
"Ini akal yang sempurna!" Kata Sun Koan setuju."Aku punya seorangyang cerdik, dia bernama Ciu Sian, yang nyalinya besar, yang tadinya senantiasa ikut kandaku Sun Cek, dia boleh di utus untuk tugas ini."
"Hanya harus dijaga rahasia ini jangan sampai bocor," kata Thio Ciauw memesan Cu-kongnya. "Dia boleh lantas diperintahkan berangkat ke Keng-ciu untuk menemani Kun-cu."
Sun Koan menurut, dia memanggil Ciu Sian menghadap dan memberinya berbagai petunjuk, dan sepucuk surat untuk diserahkan kepada Kun-Cu atau Isteri Lauw Pi. Sesudah itu Ciu Sian diperintahkan pergi menemui Kun-cu di Keng-ciu. Dia harus membawa surat dan dikawal oleh 500 serdadu, yang semuanya harus menyamar sebagai pedagang, yang terbagi dalam 50 buah perahu besar. Surat - surat pun ditulis untuk memudahkan mereka. Di dalam perahu disembunyikan alat senjata.
Ciu Sian menerima tugas itu dan terus mereka berlayar ke Keng-ciu, mereka sampai dengan tidak mendapat rintangan apa- apa. Setelah berlabuh di pantai sungai, seorang diri dengan diam - diam Ciu Sian masuk kedalam kota Keng-ciu. Dia pergi keistana Lauw Pi, disana dia minta pada pengawal pintu untuk memberitahu tentang kedatangannya pada Sun Hu-jin.
Sun Hu-jin menyuruh utusan itu masuk, dengan begitu, Ciu Sian bisa menyampaikan surat Cu-kongnya langsung pada puteri Tong Gouw itu.
Sun Hu-jin menangis setelah membaca surat itu, dia minta penjelasan pada utusan itu tentang sakit ibunya.
"Sakit Kok-thay berat sekali, siang dan malam beliau hanya ingat Hu-jin dan menyebut - nyebut nama mu," kata Ciu Sian memberitahu Nyonya Lauw Pi Ini, "Jika Hu-jin ayal, di khawatirkan Hu-jin tidak bisa bertemu lagi dengan Gouw Kok-thay. Beliau meminta Hu-jin membawa Ah Tauw, karena Kok-thay ingin melihat cucunya."
"Hong siok sedang membawa tentara ketempat yang jauh, sekarang aku mau pulang, aku perlu memberi kabar dulu pada Ku-su agar dia mendapat tahu," kata Sun Hu-jin. "Dengan begitu barulah aku bisa berangkat bersamamu."
"Bagaimana andaikata Kun-su bilang, bahwa Hong-siok perlu diberitahu lebih dulu dan perkenanya harus kita tunggu lama, sedang Gouw Kok-thay sedang gawat - gawatnya?" tanya Ciu sian.
"Jika aku pergi dengan tidak memberitahu lebih dulu, aku khawatir akan kurang baik," kata Sun Hu-Jin..
"Di sungai perahu telah disiapkan," kata Ciu Sian mendesak. "Sekarang Hu-Jin naik kereta saja dan berangkat keluar kota!"
Ingat sakit ibunya sangat gawat, Sun Hu-Jin menjadi bingung. Dial antas saja bersiap, dengan mengajak Ah Tauw, 30 pengiring lebih, yang membawa senjata dan naik kuda, dia berangkat ke luar kota, keretanya menuju pantai ke tempat perahu Tong Gouw yang sedang menunggu disana. Tatkala orang di istana hendak melaporkan keberangkatan Hu-Jin, Hu-Jin sendiri sudah sampai di See-tauw-tin dan sudah naik ke atas perahu Tong Gouw!
Di saat Ciu Sian hendak memberangkatka perahu - perahunya, didarat terdengar suara nyaring :
"Jangan berangkat dulu! Izinkan aku memberi selamat jalan kepada Hu-Jin!" Kata orang itu.
Segera ternyata orang itu adalah Tio In adanya.
Tio Ciu Liong baru pulang sehabis meronda, ketika dia mendengar Hu-Jinnya keluar kota, dia terkejut dan curiga, maka dengan hanya 4 atau 5 orang pengikutnya yang naik kuda, dia menyusul ke pantai, ke perahu orang - orang Tong Gouw yang menyamar sebagai pedagang. Saat Tio Ciu Liong sampai justru perahu sudah akan berlayar dan baru mulai akan berangkat.
Dengan tombak di tangan, Ciu Sian menegur Tio Ciu Liong.
"Siapa kau, beraninya kau merintangi Hu-Jin?" kata Ciu Sian.
Lantas Ciu Sian memerintahkan supaya perahu mereka segera berangkat.
Sementara itu semua tentara Tong Gouw telah mengeluarkan senjata mereka dan berbaris dalam perahu. Perahu sudah mulai berlayar, sedang angin kebetulan tepat bertiup ke arah selatan ke Tong Gouw.
Dengan mengikuti pantai sungai di atas gili - gili, Tio In menyusul.
"Tak apa Hu-Jin pergi, asal aku bisa bicara dulu sepatah kata saja!" Tio Ciu Liong berteriak.
Ciu Sian tidak menghiraukan teriakan panglima Keng-ciu itu, dia hanya mengayuh lebih keras agar perahunya lebih laju lagi bergerak ke arah Tong Gouw.
Tio In terus mengikuti sampai 10 li lebih, Kebetulan di pinggir sungai ada perahu sedang berlabih, sebuah perahu milik nelayan, dengan meninggalkan kudanya, tetapi dengan membawa tombaknya, Tio In melompat naik ke atas perahu itu.
Di atas perahu ada 2 orang nelayan, mereka diperintah mengayuh perahunya untuk mengejar perahu - perahu besar milik Tong Gouw tersebut.
"Lepaskan panah!" Ciu San memberi perintah.
Tio In tidak memperdulikan serangan anak panah bagaikan hujan, dengan tombaknya dia menangkis setiap anak panah yang menyambar ke arahnya, dan anak - anak panah itu semua terlempar jatuh ke air ketika di sampok dengan tombak Tio In. Sementara itu, perahunya maju pesat, sampai hanya terpisah setombak lebih dari perahu besar milik orang Tong Gouw itu.
Sekarang tentara Tong Gouw menggunakan tombak mereka untuk menyerang dan menghalangi Tio In, siapa sebaliknya melepaskan tombaknya dan menggunakan pedang Ceng-hong-kiam buat menyerbu kedalam perahu, disana dia menghadap pada Sun Hu-Jin, yang sedang menggendong Ah Tauw.
"Kau kurang ajar!" teriak Lauw Hu-Jin menegur Tio In.
"Cu-bo (Nyonya) hendak pergi kemana?" Tio In bertanya seraya memasukkan pedangnya kedalam sarungnya. "Kenapa Cu-bo pergi dengan tak memberitahu pada Kun-su?"
"Ibuku sedang sakit keras, aku tak punya waktu lagi untuk memberitahu," Jawab Lauw Hu-jin pada Tio In.
"Jika Cu-bo hendak mengunjungi orang tua, kenapa Siauw cu-jin dibawa pergi?" tanya Tio In.
"Ah Tauw adalah putraku dengan ditinggal di Keng-ciu, tidak ada orang yang merawat dia," jawab Sun Hu-jin.
"Cu Bo keliru," panglima itu berkata. "Semasa hidupnya Cu-jin (majikanku), dia hanya mempunyai seorang putra ini. Ketika di Tiang-poan-po, Siang-yang, Siauw-ciang (Hamba) telah menolong Siauw Cu-jin (Majikan mudaku) ini dari antara 100 laksa serdadu musuh. Tetapi sekarang Cu-bo hendak membawanya pergi, apakah artinya itu?"
Hu Jin menjadi gusar.
"Kau hanya seorang serdadu, bagaimana kau berani campur urusan rumah tanggaku?" bentak Lauw Hu-jin kurang senang.
"Jika Cu-bo mau pergi, silahkan pergi, asal Siauw cu-jin ditinggal, jangan dibawa!" kata Tio In bersikeras.
"Di tengah jalan kau berani lancang masuk kedalam perahuku, kau pasti berniat jahat?" kata Lauw Hu-jin menegur Tio In.
Tapi Tio In tetap tidak memperdulikannya.
"Jika Cu-bo tidak mau meninggalkan Siauw-cu-jin, kendati harus berlaksa kali, In tidak berani memberi ijin Hu-jin berangkat!" Kata Tio Cu Liong dengan gagah.
Sun Hu-jin memerintahkan budak - budaknya menggusur pergi Tio In, tetapi Tio In mendorong Budak - budak itu hingga berjatuhan, setelah itu dia maju, merampas Ah Tauw dari tangan Sun Hu-jin, untuk terus dibawa lari ke perahu. Adalah disini membuat Tio In menjadi serba salah. Dia mau mendarat tetapi dia tidak mempunyai pembantu. Dia hendak menggunakan kekerasan, tetapi tidak tega terhadap cu-kong perempuannya itu.
"Rebut anakku!" teriak Hu-jin memerintahkan kepada budak - budaknya.
Dengan sebelah tangan menggendong Ah Tauw, Tio In berdiri dengan pedang terhunus, hingga tidak ada orang yang berani mendekatinya.
Ciu Sian berada dibelakang perahu, dia tidak memperdulikan yang lain daripada memerintahkan tukang - tukang perahu mengayuh terus, agar juru mudi menujukan kendaraannya ke hilir, mengikuti aliran angin. Angin itu membuat perahu - perahu itu maju dengan cepat ke tengah sungai.
Tio In sangat masgul dan bingung. Dengan terus menggendong Ah Tauw, dia hanya bisa berdiri saja di atas perahu musuh. Dia tidak bisa mendarat karena tepi sungai cukup jauh dari perahunya.
Saat perahu sedang berlayar dengan pesat, tiba - tiba dari sebelah hilir kelihatan mendatangi belasan perahu, dari perahu - perahu itu terdengar suara tetabuhan dan terlihat benderanya berkibar - kibar.
"Aku telah tertipu siasat pihak Tong Gouw.." Tio In mengeluh.
Tetapi ketika perahu - -perahu itu telah datang mendekat, di perahu pertama tampak panglima yang bersenjatakan tombak, yang berteriak :
"Enso, tolong tinggalkan kemenakanku!" Teriak panglima itu.
Ternyata orang itu adalah Tio Hui, yang kebetulan sedang meronda, ketika mendengar keberangkatan Sun Hu-jin, dia segera membawa perahu perangnya akan mencegat perahu - perahu Tong Gouw itu ditengah perjalanan mereka.
Apabila kedua perahu sudah datang dekat satu pada lain, dengan pedang terhunus, Tio Hui melompat ke perahu Tong Gouw.
Melihat datangnya Tio Hui, Ciu Sian datang dengan goloknya untuk membuat perlawanan. Tetapi dengan satu bacokan, dia dibikin roboh, batang lehernya di tebas, kepalanya dilemparkan kehadapan Sun Hu-jin!...
Nyonya Lauw Pi ini terperanjat.
"Siok-siok (paman), kenapa kau begini kurang ajar?" Sun Hu-jin menegur.
"So-so (Kakak ipar) telah tidak menghargai koko (kanda), kau pulang dengan tidak setahu koko-ku," kata Tio Hui membalas. "Itu perbuatan tidak tahu aturan!"
"Ibu ku sakit berat, keadaannya berbahaya, jika aku tunggu sampai koko mu pulang, bisa gagal," kata Sun Hu-jin. "Jika kau tidak mengijinkan aku pergi, aku lebih suka terjun kedalam sungai!"
Mendengar ancaman itu, Tio Hui mengajak Tio In berdamai. Tio In mengambil keputusan.
"Jika kita memaksa sehingga Hu-jin binasa, itu bukan perbuatan seorang menteri. In menganggap lebih baik Hu-jin diizinkan pergi, asal Ah Tauw ditinggalkan disini!" Kata Tio In.
Setelah mendapat kecocokkan, Tio Hui menghadapi ensonya.
"Koko ku adalah paman Sri Baginda Kaisar Han, dia tidak memalukan Soso," kata Tio Hui, "Sekarang Soso hendak berpisah dari Koko, maka jika Soso ingat akan kebaikkan Koko, harap kau suka lekas kembali!"
Habis berkata begitu, Tio Hui menyambut Ah Tauw dari tangan Tio In, kemudian mereka berdua kembali ke perahu mereka, Lima perahu Sun Hu-jin diperkenankan berlayar terus.
Tio Hui dan Tio In pulang dengan kegirangan. Mereka berlayar baru beberapa li, lantas mereka disambut oleh Khong Beng yang datang dengan sepasukan perahu perang.
Cu-kat Liang girang sekali melihat Ah Tauw dapat dirampas kembali dari tangan Sun Hu-jin.
Kemudian, dengan menunggang kuda, bertiga Khong Beng mereka pulang ke dalam kota. Dia lantas menulis surat untuk Lauw Pi, menerangkan tentang Sun Hu-jin yang pulang dan katanya akan menjenguk ibunya yang sedang sakit. Khong Beng mengirim utusan membawa surat itu ke Kee-beng-kwan.
Sun Hu-jin telah sampai di Tong Gouw dan bertemu dengan Sun Koan, saudaranya. Dia memberitahu bagaimana Tio In dan Tio Hui sudah merampas Ah Tauw, bagaimana Ciu Sian telah dibinasakan oleh Tio Hui.
Mendengar laporan itu, Sun Koan gusar sekali.
"Adik perempuanku telah pulang, perhubungan persanakan telah terputus," kata Sun Koan. "Sakit hati dari terbunuhnya Ciu Sian bagaimana bisa tak kita balas?"
Lantas Gouw Houw Sun Koan mengumpulkan semua manterinya, buat merundingkan soal menyerang dan merampas Keng-ciu.