Jumat, 22 Januari 2010

Kuil Langit

Kuil Langit di Beijing merupakan kompleks bangunan untuk upacara ritual atau sembahyang yang terpelihara paling utuh dan paling besar skalanya di Tiongkok, juga mewakili taraf tertinggi arsitektur zaman kuno Tiongkok. Kaisar dinasti-dinasti manapun dalam sejarah Tiongkok setiap tahun tentu mengadakan upacara ritual untuk memuja dewa-dewa langit, bumi, mata hari, bulan, gunung dan sungai, khususnya dewa langit agar memberkati rakyatnya cuaca yang baik dan kehidupan yang tenteram. Kaisar Tiongkok menyebut diri sebagai "Tianzi", atau "putra langit". Kaisar menyelenggarakan negara selaku "Tianzi". Sedangkan pemujaan langit juga merupakan hak istimewa mereka yang tidak boleh dimiliki oleh rakyat jelata.

Kuil Langit dibangun pada tahun 1420, merupakan tempat pemujaan langit bagi kaisar-kaisar pada Dinasti Ming dan Qing, dua dinasti terakihir dalam sejarah Tiongkok, yaitu antara tahun 1368 sampai 1911. Kuil Langit terletak di sebelah selatan Kota Terlarang atau Istana Kuno Beijing. Luasnya 4 kali lipat Kota Terlarang. Tembok selatan Kuil Langit berbentuk persegi untuk menandakan bumi. Sedangkan tembok utara berbentuk lengkung melambungkan langit. Perancangan itu berasal dari pikiran zaman kuno bahwa "langit berbentuk bundar dan bumi berbentuk persegi". Kuil Langit terbagi menjadi dua bagian, yaitu Kuil Dalam dan Kuil Luar. Bangunan utama di Kuil Langit kebanyakan berada di ujung selatan dan utara poros tengah. Dari arah selatan ke utara, bangunan-bangunan itu masing-masing adalah Altar Bundar, Kuil Huangqiongyu dan Istana Doa Panen. Altar Bundar adalah pelataran bundar bertingkat tiga terbuat dari marmar putih, dan setiap tingkat terdapat tiang langkan dari batu. Altar Bundar adalah tempat utama upacara pemujaan langit yang diadakan setiap tahun. Upacara pemujaan langit diadakan dengan mengikuti berbagai tata cara ritual yang ketat dan biasanya diadakan sebelum fajar merekah pada hari Dongzhi atau sekitar tanggal 22 bulan 12 menurut penanggalan Imlek..

Qiniandian atau Istana Doa Panen adalah bangunan sembahyang di bagian utara. Istana beratap tiga lapis dan berbentuk bundar itu dibangun di atas landasan bundar bertingkat tiga. Dari nama istna itu dapat kita ketahui bahwa Istana Doa Panen adalah tempat di mana kaisar setiap musim panas mendoakan penen makmur. Maka arsitektur Istana Doa Panen juga berhubungan dengan budaya pertanian. Misalnya, di dalam istana itu terdapat 4 tiang besar yang melambangkan 4 musim, yaitu musim semi, panas, rontok dan dingin. Orang zaman kuno Tiongkok membagi satu hari menjadi 12 waktu, satu waktu sama dengan dua jam, maka 12 tiang yang menunjang atap lapis pertama menandakan 12 waktu, sedangkan 12 tiang yang menunjang atap lapisan tengah melambangkan 12 bulan dalam satu tahun. Ke-24 tiang itu menandakan 24 kala musim pertanian menurut penanggalan Imlek.

Para tukang di zaman kuno Tiongkok sangat kreatif dalam membangun Kuil Langit. Misalnya dari pilihan warna bangunan dapat terlihat terobosan yang cukup besar. Bangunan istana kaisar di Tiongkok kebanyakan menggunakan genting batu tembikar glasir berwarna kuning, yang melambangkan kekuasaan kaisar. Namun bangunan-bagunan di Kuli Langit menggunakan warna biru untuk menandakan langit. Misalnya atap-atap Dinding Gema, atap Kuil Huangqiongyu dan Istana Doa Panen serta balai-balai pelengkap untuk kedua istana itu semuanya memakai genting glasir warna biru. Tahun 1998 Kuli Langit dicantumkan ke dalam daftar Warisan Sejarah Dunia. Komite Warisan Dunia menilai Kuil Langit sebagai kelompok bangunan sembahyang zaman kuno paling besar yang ada di Tiongkok sekarang. Kuil Langit terkenal di dunia dengan tata ruangnya yang rapi dan struktur bangunannya yang istimewa serta dekorasinya yang indah. Kuil itu tidak saja menempati posisi penting dalam sejarah bangunan di Tiongkok, tapi juga merupakan warisan seni arsitektur yang berharga di dunia.

TEMBOK BESAR

Tembok Besar Tiongkok yang dijuluki sebagai salah satu dari "7 keajaiban dunia" merupakan proyek pertahanan militer zaman kuno yang memakan waktu pembangunan paling lama dan berskala paling besar di dunia. Tembok Besar yang megah melintang dari bagian barat ke bagian timur Tiongkok sepanjang 7000 kilometer lebih.

Sejarah pembangunan Tembok Besar Tiongkok dapat dilacak sampai abad ke-9 sebelum Masehi. Pada waktu itu, pemerintahan di bagian tengah Tiongkok menyambung benteng dan menara api yang merupakan pos penjagaan tentara di perbatasan menjadi satu tembok panjang dalam rangka menangkis serangan etnis-etnis dari bagian utara Tiongkok. Sampai pada Masa Chunqiu dan Negara-negara Berperang, pertempuran berkecamuk di antara negara-negara kepangeranan yang saling berkonfrontasi. Negara-negara itu demi pertahanannya sendiri berturut-turut membangun tembok besar di atas bukit dan gunung yang terletak di daerah perbatasan. Pada tahun 221 sebelum Masehi, Kaisar Qinshihuang menyatukan Tiongkok. Setelah itu, Kaisar Qinshihuang memerintahkan agar tembok-tembok yang dibangun oleh berbagai negara kepangeranan itu disambung menjadi satu tembok besar sebagai kubu pertahanan untuk menangkis serangan pasukan kavaleri etnis nomadik di padang rumput Monggolia bagian utara Tiongkok. Tembok Besar pada waktu itu panjangnya mencapai 5000 kilometer lebih. Tembok Besar pada Dinasi Han setelah runtuhnya Dinasti Qin diperpanjang sampai 10 ribu kilometer lebih. Dalam sejarah selama 2000 tahun yang lalu, penguasa di berbagai zaman tak pernah berhenti membangun Tembok Besar sehingga panjang totalnya mencapai 50 ribu kilometer, yang cukup untuk mengitari bumi satu kali lebih.


Tembok Besar yang kita sebut sekarang kebanyakan adalah tembok besar yang dibangun pada Dinasti Ming yang berkuasa antara tahun 1368 dan 1644. Ujung baratnya berpangkal dari Benteng Jiayu di Provinsi Gansu Tiongkok Barat dan ujung timurnya terletak di pinggir Sungai Yalu Provinsi Liaoning Tiongkok Timur Laut setelah melewati 9 provinsi, kota dan daerah otonom sepanjang 7300 kilometer, atau sama dengan 14 ribu li Tiongkok. Dengan demikian, Tembok Besar itu disebut sebagai "tembok panjang 10 ribu li" di Tiongkok.

Sebagai kubu pertahanan, Tembok Besar dibangun dengan mengikuti jalannya puncak pegunungan. Topografi yang dilewatinya sangat rumit, antara lain, gurung pasir, padang rumput dan rawa. Untuk menyesuaikan diri dengan berbagai topografi, pelaksana pembangunan Tembok Besar menerapkan struktur yang luar biasa dan berbeda-beda. Kesemua ini menunjukkan kecerdasan nenek moyang bangsa Tionghoa. Tembok Besar yang berliku-liku mamanjang menyusuri puncak pegunungan hampir mustahil ditaklukkan oleh musuh pada zaman kuno karena gunung dan lereng yang menjadi dasar tembok itu terlalu terjal untuk didaki.

Tubuh Tembok Besar biasanya dibangun dengan batu besar berbaur dengan tanah dan batu pecahan. Tingginya kira-kira 10 meter dan lebarnya kira-kira 5 meter, yaitu cukup untuk 4 ekor kuda berjalan berdampingan. Dengan demikian, sangat mudah bagi manuver tentara dan pengangkutan bahan pangan dan senjata. Di sisi dalam tembok dibangun pintu dan tangga untuk naik turun. Tembok Besar disambung dengan benteng atau menara api setiap sektor, di mana tersimpan senjata dan bahan pangan. Benteng dan menara api itu digunakan sebagai tempat istirahat bagi prajurit pada waktu damai dan sekaligus merupakan kubu pertahanan untuk menangkis serangan musuh pada waktu berperang. Selain itu, begitu diketahui terjadinya agresi musuh, di menara api itu akan dinyalakan api pada waktu malam dan asap pada siang hari sehingga kabar tentang serangan musuh dapat tersebar ke seluruh negeri dalam waktu dekat.

Di sektor penting Tembok Besar, misalnya lintasan strategis, celah gunung dan perbatasan gunung dengan laut biasanya dibangun loteng gerbang besar. Loteng-loteng gerbang itu tidak hanya kelihatan megah, tapi juga mencerminkan seni arsitektur cemerlang zaman kuno Tiongkok. Sekarang sebagian loteng gerbang itu telah berubah menjadi obyek wisata, misalnya Loteng Gerbang Shanhaiguan di ujung timur Tembok Besar yang dijuluki sebagai loteng gerbang nomor satu Tiongkok dan Loteng Gerbang Juyongguan sektor Badaling Tembok Besar di sekitar Beijing.

Fungsi Tembok Besar sebagai kubu pertahanan militer sekarang sudah tidak ada lagi, namun keindahan arsitekturnya tetap sangat mengagumkan.

Keindahan Tembok Besar tercermin pada kemegahan, kekuatan dan kebesarannya. Melepas pandang dari tempat jauh ke Tembok Besar, tembok besar tinggi yang memanjang selama ribuan kilometer itu tampak serupa naga mahabesar yang menggeliang-geliut menyusuri pegunungan; jika dilihat dari jarak dekat, maka tembok itu penuh dengan daya tarik seni dengan arsitekturnya yang aneka ragam.

Tembok Besar adalah hasil jerih payah yang dibasahi keringat dan darah serta diresapi kecerdasan rakyat Tiongkok pada zaman kuno. Betapa beratnya proyek pembangunan Tembok Besar pada zaman kuno yang masih rendah tenaga produktif memang sulit dibayangkan.

Sekarang Tembok Besar telah menjadi lambang semangat bangsa Tionghoa. Pada tahun 1987, Tembok Besar dicantumkan dalam Daftar Warisan Dunia PBB.

Kamis, 03 September 2009

Tio Cu Liong menyusul Sun Hu-Jin dan merampas Ah Tauw

Sun Shang Xiang / Sun Hu-Jin & Zhao Yun / Tio Cu Liong



Saat mereka semua sedang berdamai demikian, tiba - tiba muncul satu orang dari belakang tirai seraya berseru.

"Orang yang mengusulkan akal ini harus dihukum potong kepala! apakah kau hendak mencelakakan putriku?" kata orang itu.

Semua orang terkejut, karena orang itu adalah Gouw Kok-thay sendiri.

Dengan gusar, Gouw Kok-thay berkata lebih jauh.

"Seumur hidupku aku hanya punya satu anak perempuan, yang telah menikah dengan Lauw Pi. Maka jika sekarang kalian mengerahkan tentara untuk merampas daerah menantuku, bagaimana dengan jiwa puteriku itu?"

Lantas ibu ini menegur puteranya, Sun Koan.

"Kau telah mewariskan usaha Ayah dan Kandamu, kau telah duduk memerintah atas 81 kota, kenapa kau masih tidak tahu cukup? kenapa untuk keuntungan kecil kau hedak melupakan tulang dan daging keluarga sendiri?" Kata Gouw Kok-thay dengan marah.

Sun Koan memberi hormat kepada ibunya, sambil berkata.

"Maaf, Bu-cin (Bu), anakmu tidak akan berani membantah pesan ibu." Kata Sun Koan.

Dia segera menegur dan membubarkan semua menterinya.

Setelah Gouw Kok-thay mengundurkan diri, Sun Koan berdiri sendirian sambil berpikir.

"Dengan hilangnya kesempatan baik ini, kapan Keng-ciu bisa kembali kepadaku?" pikir Sun Koan.

Saat Sun Koan sedang berduka, Thio Ciauw masuk.

"Apa yang mendukakan hati Cu-kong?" tanya hambanya ini.

Sun Koan menuturkan kesukarannya itu.

"Masalah ini mudah saja kita atasi," kata Thio Ciauw. "Sekarang Cu-kong boleh kirim panglima yang dipercaya dengan hanya 500 serdadu saja, dengan diam - diam mereka harus menyelundup masuk ke Keng-ciu. Mereka harus membaca sepucuk surat rahasia untuk Kun-cu (Adik perempuan Sun Koan). Dalam surat itu harus ditulis secara ringkas saja, katakan bahwa Kok-Thay sedang sakit dan keadaanya gawat, Kok-Thay ingin bertemu dengan puterinya, karena itu Kun-Cu hendak disambut pulang dengan segera. Lauw Hian Tek cuma punya seorang putera, puteranya itu harus dibawa pulang sekalian. Maka kemudian pasti Lauw Hian Tek akan menukarkan Keng-ciu dengan Ah Tauw, puteranya itu. "

"Ini akal yang sempurna!" Kata Sun Koan setuju."Aku punya seorangyang cerdik, dia bernama Ciu Sian, yang nyalinya besar, yang tadinya senantiasa ikut kandaku Sun Cek, dia boleh di utus untuk tugas ini."

"Hanya harus dijaga rahasia ini jangan sampai bocor," kata Thio Ciauw memesan Cu-kongnya. "Dia boleh lantas diperintahkan berangkat ke Keng-ciu untuk menemani Kun-cu."

Sun Koan menurut, dia memanggil Ciu Sian menghadap dan memberinya berbagai petunjuk, dan sepucuk surat untuk diserahkan kepada Kun-Cu atau Isteri Lauw Pi. Sesudah itu Ciu Sian diperintahkan pergi menemui Kun-cu di Keng-ciu. Dia harus membawa surat dan dikawal oleh 500 serdadu, yang semuanya harus menyamar sebagai pedagang, yang terbagi dalam 50 buah perahu besar. Surat - surat pun ditulis untuk memudahkan mereka. Di dalam perahu disembunyikan alat senjata.

Ciu Sian menerima tugas itu dan terus mereka berlayar ke Keng-ciu, mereka sampai dengan tidak mendapat rintangan apa- apa. Setelah berlabuh di pantai sungai, seorang diri dengan diam - diam Ciu Sian masuk kedalam kota Keng-ciu. Dia pergi keistana Lauw Pi, disana dia minta pada pengawal pintu untuk memberitahu tentang kedatangannya pada Sun Hu-jin.

Sun Hu-jin menyuruh utusan itu masuk, dengan begitu, Ciu Sian bisa menyampaikan surat Cu-kongnya langsung pada puteri Tong Gouw itu.

Sun Hu-jin menangis setelah membaca surat itu, dia minta penjelasan pada utusan itu tentang sakit ibunya.

"Sakit Kok-thay berat sekali, siang dan malam beliau hanya ingat Hu-jin dan menyebut - nyebut nama mu," kata Ciu Sian memberitahu Nyonya Lauw Pi Ini, "Jika Hu-jin ayal, di khawatirkan Hu-jin tidak bisa bertemu lagi dengan Gouw Kok-thay. Beliau meminta Hu-jin membawa Ah Tauw, karena Kok-thay ingin melihat cucunya."

"Hong siok sedang membawa tentara ketempat yang jauh, sekarang aku mau pulang, aku perlu memberi kabar dulu pada Ku-su agar dia mendapat tahu," kata Sun Hu-jin. "Dengan begitu barulah aku bisa berangkat bersamamu."

"Bagaimana andaikata Kun-su bilang, bahwa Hong-siok perlu diberitahu lebih dulu dan perkenanya harus kita tunggu lama, sedang Gouw Kok-thay sedang gawat - gawatnya?" tanya Ciu sian.

"Jika aku pergi dengan tidak memberitahu lebih dulu, aku khawatir akan kurang baik," kata Sun Hu-Jin..

"Di sungai perahu telah disiapkan," kata Ciu Sian mendesak. "Sekarang Hu-Jin naik kereta saja dan berangkat keluar kota!"

Ingat sakit ibunya sangat gawat, Sun Hu-Jin menjadi bingung. Dial antas saja bersiap, dengan mengajak Ah Tauw, 30 pengiring lebih, yang membawa senjata dan naik kuda, dia berangkat ke luar kota, keretanya menuju pantai ke tempat perahu Tong Gouw yang sedang menunggu disana. Tatkala orang di istana hendak melaporkan keberangkatan Hu-Jin, Hu-Jin sendiri sudah sampai di See-tauw-tin dan sudah naik ke atas perahu Tong Gouw!

Di saat Ciu Sian hendak memberangkatka perahu - perahunya, didarat terdengar suara nyaring :
"Jangan berangkat dulu! Izinkan aku memberi selamat jalan kepada Hu-Jin!" Kata orang itu.

Segera ternyata orang itu adalah Tio In adanya.

Tio Ciu Liong baru pulang sehabis meronda, ketika dia mendengar Hu-Jinnya keluar kota, dia terkejut dan curiga, maka dengan hanya 4 atau 5 orang pengikutnya yang naik kuda, dia menyusul ke pantai, ke perahu orang - orang Tong Gouw yang menyamar sebagai pedagang. Saat Tio Ciu Liong sampai justru perahu sudah akan berlayar dan baru mulai akan berangkat.

Dengan tombak di tangan, Ciu Sian menegur Tio Ciu Liong.
"Siapa kau, beraninya kau merintangi Hu-Jin?" kata Ciu Sian.

Lantas Ciu Sian memerintahkan supaya perahu mereka segera berangkat.

Sementara itu semua tentara Tong Gouw telah mengeluarkan senjata mereka dan berbaris dalam perahu. Perahu sudah mulai berlayar, sedang angin kebetulan tepat bertiup ke arah selatan ke Tong Gouw.

Dengan mengikuti pantai sungai di atas gili - gili, Tio In menyusul.
"Tak apa Hu-Jin pergi, asal aku bisa bicara dulu sepatah kata saja!" Tio Ciu Liong berteriak.

Ciu Sian tidak menghiraukan teriakan panglima Keng-ciu itu, dia hanya mengayuh lebih keras agar perahunya lebih laju lagi bergerak ke arah Tong Gouw.

Tio In terus mengikuti sampai 10 li lebih, Kebetulan di pinggir sungai ada perahu sedang berlabih, sebuah perahu milik nelayan, dengan meninggalkan kudanya, tetapi dengan membawa tombaknya, Tio In melompat naik ke atas perahu itu.

Di atas perahu ada 2 orang nelayan, mereka diperintah mengayuh perahunya untuk mengejar perahu - perahu besar milik Tong Gouw tersebut.

"Lepaskan panah!" Ciu San memberi perintah.

Tio In tidak memperdulikan serangan anak panah bagaikan hujan, dengan tombaknya dia menangkis setiap anak panah yang menyambar ke arahnya, dan anak - anak panah itu semua terlempar jatuh ke air ketika di sampok dengan tombak Tio In. Sementara itu, perahunya maju pesat, sampai hanya terpisah setombak lebih dari perahu besar milik orang Tong Gouw itu.

Sekarang tentara Tong Gouw menggunakan tombak mereka untuk menyerang dan menghalangi Tio In, siapa sebaliknya melepaskan tombaknya dan menggunakan pedang Ceng-hong-kiam buat menyerbu kedalam perahu, disana dia menghadap pada Sun Hu-Jin, yang sedang menggendong Ah Tauw.

"Kau kurang ajar!" teriak Lauw Hu-Jin menegur Tio In.

"Cu-bo (Nyonya) hendak pergi kemana?" Tio In bertanya seraya memasukkan pedangnya kedalam sarungnya. "Kenapa Cu-bo pergi dengan tak memberitahu pada Kun-su?"

"Ibuku sedang sakit keras, aku tak punya waktu lagi untuk memberitahu," Jawab Lauw Hu-jin pada Tio In.

"Jika Cu-bo hendak mengunjungi orang tua, kenapa Siauw cu-jin dibawa pergi?" tanya Tio In.

"Ah Tauw adalah putraku dengan ditinggal di Keng-ciu, tidak ada orang yang merawat dia," jawab Sun Hu-jin.

"Cu Bo keliru," panglima itu berkata. "Semasa hidupnya Cu-jin (majikanku), dia hanya mempunyai seorang putra ini. Ketika di Tiang-poan-po, Siang-yang, Siauw-ciang (Hamba) telah menolong Siauw Cu-jin (Majikan mudaku) ini dari antara 100 laksa serdadu musuh. Tetapi sekarang Cu-bo hendak membawanya pergi, apakah artinya itu?"

Hu Jin menjadi gusar.

"Kau hanya seorang serdadu, bagaimana kau berani campur urusan rumah tanggaku?" bentak Lauw Hu-jin kurang senang.

"Jika Cu-bo mau pergi, silahkan pergi, asal Siauw cu-jin ditinggal, jangan dibawa!" kata Tio In bersikeras.

"Di tengah jalan kau berani lancang masuk kedalam perahuku, kau pasti berniat jahat?" kata Lauw Hu-jin menegur Tio In.

Tapi Tio In tetap tidak memperdulikannya.

"Jika Cu-bo tidak mau meninggalkan Siauw-cu-jin, kendati harus berlaksa kali, In tidak berani memberi ijin Hu-jin berangkat!" Kata Tio Cu Liong dengan gagah.

Sun Hu-jin memerintahkan budak - budaknya menggusur pergi Tio In, tetapi Tio In mendorong Budak - budak itu hingga berjatuhan, setelah itu dia maju, merampas Ah Tauw dari tangan Sun Hu-jin, untuk terus dibawa lari ke perahu. Adalah disini membuat Tio In menjadi serba salah. Dia mau mendarat tetapi dia tidak mempunyai pembantu. Dia hendak menggunakan kekerasan, tetapi tidak tega terhadap cu-kong perempuannya itu.

"Rebut anakku!" teriak Hu-jin memerintahkan kepada budak - budaknya.

Dengan sebelah tangan menggendong Ah Tauw, Tio In berdiri dengan pedang terhunus, hingga tidak ada orang yang berani mendekatinya.

Ciu Sian berada dibelakang perahu, dia tidak memperdulikan yang lain daripada memerintahkan tukang - tukang perahu mengayuh terus, agar juru mudi menujukan kendaraannya ke hilir, mengikuti aliran angin. Angin itu membuat perahu - perahu itu maju dengan cepat ke tengah sungai.

Tio In sangat masgul dan bingung. Dengan terus menggendong Ah Tauw, dia hanya bisa berdiri saja di atas perahu musuh. Dia tidak bisa mendarat karena tepi sungai cukup jauh dari perahunya.

Saat perahu sedang berlayar dengan pesat, tiba - tiba dari sebelah hilir kelihatan mendatangi belasan perahu, dari perahu - perahu itu terdengar suara tetabuhan dan terlihat benderanya berkibar - kibar.

"Aku telah tertipu siasat pihak Tong Gouw.." Tio In mengeluh.

Tetapi ketika perahu - -perahu itu telah datang mendekat, di perahu pertama tampak panglima yang bersenjatakan tombak, yang berteriak :
"Enso, tolong tinggalkan kemenakanku!" Teriak panglima itu.

Ternyata orang itu adalah Tio Hui, yang kebetulan sedang meronda, ketika mendengar keberangkatan Sun Hu-jin, dia segera membawa perahu perangnya akan mencegat perahu - perahu Tong Gouw itu ditengah perjalanan mereka.

Apabila kedua perahu sudah datang dekat satu pada lain, dengan pedang terhunus, Tio Hui melompat ke perahu Tong Gouw.

Melihat datangnya Tio Hui, Ciu Sian datang dengan goloknya untuk membuat perlawanan. Tetapi dengan satu bacokan, dia dibikin roboh, batang lehernya di tebas, kepalanya dilemparkan kehadapan Sun Hu-jin!...

Nyonya Lauw Pi ini terperanjat.

"Siok-siok (paman), kenapa kau begini kurang ajar?" Sun Hu-jin menegur.
"So-so (Kakak ipar) telah tidak menghargai koko (kanda), kau pulang dengan tidak setahu koko-ku," kata Tio Hui membalas. "Itu perbuatan tidak tahu aturan!"

"Ibu ku sakit berat, keadaannya berbahaya, jika aku tunggu sampai koko mu pulang, bisa gagal," kata Sun Hu-jin. "Jika kau tidak mengijinkan aku pergi, aku lebih suka terjun kedalam sungai!"

Mendengar ancaman itu, Tio Hui mengajak Tio In berdamai. Tio In mengambil keputusan.

"Jika kita memaksa sehingga Hu-jin binasa, itu bukan perbuatan seorang menteri. In menganggap lebih baik Hu-jin diizinkan pergi, asal Ah Tauw ditinggalkan disini!" Kata Tio In.

Setelah mendapat kecocokkan, Tio Hui menghadapi ensonya.

"Koko ku adalah paman Sri Baginda Kaisar Han, dia tidak memalukan Soso," kata Tio Hui, "Sekarang Soso hendak berpisah dari Koko, maka jika Soso ingat akan kebaikkan Koko, harap kau suka lekas kembali!"

Habis berkata begitu, Tio Hui menyambut Ah Tauw dari tangan Tio In, kemudian mereka berdua kembali ke perahu mereka, Lima perahu Sun Hu-jin diperkenankan berlayar terus.

Tio Hui dan Tio In pulang dengan kegirangan. Mereka berlayar baru beberapa li, lantas mereka disambut oleh Khong Beng yang datang dengan sepasukan perahu perang.

Cu-kat Liang girang sekali melihat Ah Tauw dapat dirampas kembali dari tangan Sun Hu-jin.

Kemudian, dengan menunggang kuda, bertiga Khong Beng mereka pulang ke dalam kota. Dia lantas menulis surat untuk Lauw Pi, menerangkan tentang Sun Hu-jin yang pulang dan katanya akan menjenguk ibunya yang sedang sakit. Khong Beng mengirim utusan membawa surat itu ke Kee-beng-kwan.

Sun Hu-jin telah sampai di Tong Gouw dan bertemu dengan Sun Koan, saudaranya. Dia memberitahu bagaimana Tio In dan Tio Hui sudah merampas Ah Tauw, bagaimana Ciu Sian telah dibinasakan oleh Tio Hui.

Mendengar laporan itu, Sun Koan gusar sekali.

"Adik perempuanku telah pulang, perhubungan persanakan telah terputus," kata Sun Koan. "Sakit hati dari terbunuhnya Ciu Sian bagaimana bisa tak kita balas?"

Lantas Gouw Houw Sun Koan mengumpulkan semua manterinya, buat merundingkan soal menyerang dan merampas Keng-ciu.

Sabtu, 29 Agustus 2009

Atas kejahatannya Lauw Hong dihukum mati.
Di perbatasan Siang-yang (Siang-yang kota yang dikuasai pihak Wei, sedang Sian-yong milik Lauw Pi), Ci Hong dan Hee-houw Siang sedang berunding, siap untuk menghadapi serangan dari angkatan perang Shu.
Saat itu kebetulan Lauw Hong yang membawa 50.000 tentaranya telah tiba di Siang-yang, dia datang untuk mencari dan menangkap Beng Tat. Begitu dia sampai, dia langsung menantang perang pada Beng Tat.
Mula - mula Ci Hong maupun Hee-houw Siang sangat heran; mengapa panglima Shu itu menantang panglima dari negerinya sendiri. Keheranan itu tidak berlangsung lama, karena tidak lama kemudian Beng Tat pun datang bersama pasukan dari negeri Wei. Ci Hong dan Hee-houw Siang langsung saling berkenalan. Kemudian mereka bersama - sama bersiap akan menghadapi pasukan dari negeri Shu yang dipimpin oleh Lauw Hong itu.
Ketika Lauw Hong datang menantang orang dan akan dihadapi oleh Ci Hong dan Hee-houw Siang, Beng Tat memberi saran pada kedua rekan barunya dari Negeri Wei itu.
"Aku dan Lauw Hong berdualah yang menyebabkan Kwan Kong meninggal di kota Bek-Shia, karena kami berdua tidak mau membantu Kwan Kong." kata Beng Tat berterus terang.
Ci Hong mengangguk.
Beng Tat lalu menulis surat untuk Lauw Hong yang dia kirimkan melalui seorang kurir untuk disampaikan pada Lauw Hong. Surat Beng Tat mengajak Lauw Hong supaya menakluk pada Wei.
Saudara Lauw Hong,
Aku sudah ada di pihak Wei, lebih baik kau bergabung dengan kami, karena Lauw Pi pasti akan mencelakakan kau. Aku yakin Lauw Pi merencanakan akan membunuhmu. Aku tunggu kabar darimu.
Beng Tat.
Surat itu segera dikirim, Lauw Hong menerimanya. Sesudah membaca surat itu, bukan main marahnya Lauw Hong.
"Beng Tat Sial, kaulah yang menyebabkan aku berkhianat pada Han Tiong-ong dan yang meninggalnya Pamanku, Kwan Kong. Sekarang kembali kau mengajak aku berkhianat. Tidak, aku tidak mau ikut denganmu!" kata Lauw Hong.
Lauw Hong segera merobek - robek surat Beng Tat itu. Utusan Beng Tat pun ia bunuh. Maka binasalah utusan yang tak tahu apa- apa itu di tangan Lauw Hong yang sudah marah sekali.
Lauw Hong keluar menantang perang, tahu utusannya tak kembali, Beng Tat pun bersiap akan menerima tantangan Lauw Hong, bekas rekannya dalam mencelakakan Kwan Kong itu.
Sesudah kedua pasukan itu saling berhadapan, Lauw Hong memaki pada Beng Tat.
"Pengkhianat, mari maju lawan aku!" Kata Lauw Hong,
"Aku pengkhianat? Bukankah kau juga sama pengkhianat?" Kata Beng Tat.
Lauw Hong gusar dan langsung menyerang. Baru bertarung beberapa jurus, Beng Tat melarikan diri dari hadapan lawannya. karena panas hatinya Lauw Hong mengejar Beng Tat. Tapi saat hampir saja Beng Tat terkejar, datang Ci Hong dan Hee-Houw Siang membantu Beng Tat mengeroyok Lauw Hong. Lauw Hong tak sanggup melawan 2 musuh yang tangguh itu, lalu dia kabur. Ci Hong, Beng Tat, dan Hee-houw Siang mengejar lawannya ini. Tentara Lauw Hong yang ikut kabur segera mendapat kerusakan besar. Lauw Hong kembali terus kabur dan kembali ke Siang-yong.
***
Sementara itu Lauw Hong kembali ke Siang-yong dan langsung menghadap Lauw Pi, ayahnya. Dia mengaku bersalah dan mengatakan dia kalah perang.
"Anak celaka!" Kata Lauw Pi. "Karena ulahmu, pamanmu Kwan Kong meninggal. Kenapa ketika pamanmu minta bantuan, kau tidak segera membantu dia? Sesudah kau kalah perang, sekarang kau berani pulang?"
"Ketika Siok-hu kesulitan, aku akan segera mengirim bantuan. Tetapi Beng Tat menghalangi ku, akibatnya Siok-hu meninggal," kata Lauw Hong.
Mendengar pengakuan itu Lauw Pi makin gusar. Dia anggap Lauw Hong tak punya pendirian.
"Mengapa kau mau dipengaruhi oleh Beng Tat?" kata Lauw PIi. "Bukankah kau juga makan nasi dan kau bukan patung! Mengapa kau mau bersekongkol dengannya?"
Lauw Hong diam saja.
"Algojo penggal kepalanya!" Kata Lauw Pi penuh dengan amarahnya.
Mendengar keputusan ayahnya Lauw Hong kaget sekali, tapi tak berdaya. Tak lama dia sudah ditangkap. Mereka tidak menghiraukan ratapan Lauw Hong, maka Lauw Hong pun tewas karena di hukum mati oleh ayah angkatnya, Lauw Pi.
Sesudah Lauw Hong meninggal,, datang anak buah Lauw Hong dengan maksud untuk melapor.
"Apa yang hendak kau laporkan?" kata Lauw Pi yang masih gusar.
"Ketika Lauw Hong menyusul Beng Tat, Lauw Hong pun diajak berkhianat lagi oleh Beng Tat. Tapi Lauw Hong menolak dengan keras dan merobek surat Beng Tat." Kata anak buah Lauw Hong itu.
Lauw Pi kaget mendengar Laporan itu, dia tak mengira kalau Lauw Hong sekarang telah berubah pikiran dan tak mau bersekongkol dengan Beng Tat, tapi semua itu sudah terlambat dan Lauw Hong pun telah meninggal. Lauw Pi menyesal bukan main, karena dia terlalu cepat menjatuhkan hukuman mati kepada Lauw Hong. Peristiwa demi peristiwa yang terjadi dan dialami oleh Lauw Pi sangat bertubi - tubi, suatu ketika Lauw Pi akhirnya jatuh sakit. Dia menyesal telah membunuh anak angkatnya tanpa menyelidik lagi...
***

Kamis, 27 Agustus 2009

Sun Koan / Sun Quan & Lu Bong / Lu Meng
Sementara itu Sun Koan yang telah merebut seluruh Keng-Ciu telah memberi hadiah pada panglima dan tentaranya dan mengadakan pesta besar untuk semua panglima perangnya. Lu Bong telah diperintahkan duduk dibangku bagian atas, sambil menunjuk pada Laksamana Lu Bong, Sun Koan berkata kepada semua panglimanya yang lain, "sudah lama aku ingin mendaparkan Keng-Ciu dan sekarang kota itu telah berhasil kita rebut, semua itu karena jasa Laksamana Lu Bong!"
Tetapi Lu Bong sambil merendahkan diri menampik pujian Sun Koan itu sambil tersenyum.
"Dulu Laksamana Cui Ji sangat gagah dan pandai luar biasa, dia telah melabrak Co Coh di Cek Pek," kata Sun Koan, "sayang dia telah menutup mata dalam usia yang masih sangat muda, Sebagai gantinya lalu diangkat oleh Lou Siok ialah Lu Bong. Begitu menghadap koh, Cu Keng telah bicara tentang usaha kerajaan. Ini adalah yang pertama menggirangkan koh. Baru - baru ini Co Coh mengadakan gerakan tentara kearah timur, semua orang telah membujuk koh agar menakluk saja selain Cu-Kong seorang yang mencegah dan dia menasehati untuk memanggil Kong Kin dan Ciu Ji hingga kejadian Kong Kin telah melabrak Co Coh. Ini adalah hal kedua yang menggirangkan koh. Satu cacat dari Cu Keng adalah waktu dia menasehati koh untuk meminjamkan Keng-Ciu kepada Lauw Pi. Tapi sekarang Co Beng dengan daya-upayanya yang bagus telah mendapatkan kembali Keng-Ciu maka itu bisa dibilang dia menang jauh dari Cu Keng dan Ciu Long!"
Lantas dengan tangannya sendiri, Sun Koan menghaturkan arak pada Lu Bong.
Jendral itu menyambut cawan arak itu, disaat dia hendak minum arak itu mendadak cawan arak itu dia bantingkan ke jubin lalu dengan sebelah tangannya, dia jambak Cu-Kongnya itu yang terus saja dia damprat, "Bocah bermata biru! Tikus berkumis pirang! Kau kenal aku atau tidak?"
Semua panglima perang menjadi kaget, mereka lantas maju untuk menolongi Cu-Kong mereka, tetapi Lu Bong sudah menjoroki Cu-Konngnya itu seraya dia terus maju menghampiri kursi Cu-Kongnya, sesudah itu dia terus duduk di kursi Cu-Kongnya itu, sepasang alisnya berdiri, kedua matanya terbuka lebar. Dia terus saja bicara dengan nyaring. "Sejak aku melabrak Kawanan Pelangi Kuning, untuk 30 tahun lebih lamanya aku telah malang - melintang di kolong langit, siapa tahu sekarang ini aku telah kena terjebak oleh tipu dayamu yang licin! Di waktu hidup aku tidak mampu gegares dagingmu, setelah mati jahanam Lu Bong, aku akan uber - uber rohmu! Aku adalah Han Siu Teng Houw Kwan In Tiang!"
Sun Koan menjadi kaget, segera dia ajak semua orang peperanganya, dengan pangkatnya tinggi dan rendah, menjurah pada Lu Bong yang kesurupan Roh Kwan Kong. Setelah itu Lu Bong roboh sendiri dengan mengeluarkan darah dari hidung, mulut, mata, kuping, dll.
Melihat kejadian itu, semua pembesar menjadi kaget dan ketakutan.
Sun Koan memerintahkan mayat Lu Bong diurus dengan baik dan dikubur dengan kehormatan militer, dia lalu memberinya gelar mati (Anumerta) adalah Lam-Kun Thay-Siu merangkap menjadi Cian-Leng Houw. Dan putranya Lu Pa, mewariskan gelar ayahnya.
Kejadian hebat atas diri Lu Bong itu membuat Sun Koan heran, hingga dia tidak gampang - gampang melupakannya.
***

Minggu, 16 Agustus 2009

Guan Yu/ Kwan Kong & Guan Ping / Kwan Peng


Waktu itu sudah jam lima lewat.
Saat Kwan Kong berjalan meneruskan perjalananya, tiba - tiba terdengar suara teriakan- teriakan yang sangat hebat, yang disusul dengan keluarnya pasukan - pasukan musuh yang tadinya bersembunyi di kedua tepi jalan yang terlindung semak belukar itu dan mereka itu telah menyerang dengan menggunakan pedang dan tambang.
Tak ampun lagi kaki kuda Kwan Kong tergaet dan terbelit tambang hingga keserimpat dan kuda itu jatuh sehingga Kwan Kong pun ikut roboh dari atas kudanya. Dengan demikian Kwan Kong pun tertubruk Ma Tiong, panglima Phoa Ciang dari pihak Gouw dan akhirnya tertawan. Lantaran roboh dari kuda dan tergaet, dia jadi tidak berdaya.
Ketika Kwan Peng mengetahui ayahnya ditawan musuh, dia langsung maju ke depan dengan niat menolongi ayahnya, tapi Chu Jian dan Phoa Ciang telah mengejar dan menghalanginya hingga Kwan Peng pun ikut terkepung, karena sendirian saja Kwan Peng juga sudah berhasil dirobohkan dan di tawan oleh musuh.

Pagi itu Sun Koan telah menerima laporam bahwa Kwan Kong dan Kwan Peng telah ditawan, dia jadi sangat girang. Sun Koan langsung berkumpul di kemahnya.

Tidak lama, dengan digiring oleh para prajurit yang menjaganya Kwan Kong dibawa mengahadap ke hadapan Sun Koan.

"Sudah lama koh kagum pada kebijaksanaan Ciang-Kun, maka itu aku ingin berbesan dengan Ciang-Kun tetapi mengapa Ciang-Kun malah menolak harapanku itu?" kata raja muda dari Tong Gouw. "Ciang-Kun terlalu menganggap kau tak ada tandinganya di kolong langit ini, maka kenapa sekarang kau tertawan olehku? Ciang-Kun, apakah kau sekarang mau tunduk kepada Sun Koan atau tidak?"

Kwan Kong gusar sekali.

"Bocah bermata biru! Tikus berkumis pirang!" Kwan Kong membentak. "dengan Lauw Hong-Siok aku telah angkat saudara ditaman Toh, kami telah bersumpah akan membangun kerajaan Han, cara bagaimana aku sudi berkawan dengan segala dorna pemberontak kerajaan Han? Aku telah jatuh kedalam akal busukmu, kematian adalah bagian ku, buat apa banyak bicara lagi?"

Sun Koan menoleh pada orang - orangnya.

"In Tiang seorang yang gagah di zaman ini, aku sangat sayangi kepadanya, sekarang aku hendak memperlakukan dia dengan hormat, supaya dia suka menakluk, bagaimana pendapatkalian semua?"

"Jangan," kata Cu-Pouw Coh Han. "Dulu Co Coh sudah mendapatkan orang ini, dia di anugrahi kehormatan selaku Raja-Muda kepadanya, setiap tiga hari sekli diadakan pesta kecil, setiap Lima hari diadakan pesta besar. Dia telah dihormati begitu rupa toh dia tak dapat di cegah pergi hingga dia berhasil melewati kota - kota dan membunuh panglima perang Co Coh, malah sekarang ini Co Coh berbalik di desak, sampai hampir saja dia memindahkan Kota-raja saking takutnya untuk menyingkir dari dia. Cu-kong sekarang telah menawan dia, apabila dia tidak segera di singkirkan di kemudian hari dia bakal menjadi ancaman bencana besar bagi tuanku!"

Sun Koan diam untuk berpikir, sampai sekian lama dia baru berbicara lagi dengan agak ragu.

"Kata-katamu benar juga" Kata Sun Koan kemudian.

Maka Sun Koan langsung memerintahkan anak buahnya menggusur Kwan Kong dan Kwan Peng keluar. Kwan Kong dan Kwan Peng, ayah dan anak dihukum mati bersama- sama.
"Aku dan In Tiang telah bersumpah untuk hidup dan mati bersama- sama, jika benar dia telah meninggal dunia, mana bisa aku hidup sendirian?" kata Lauw Pi.
Khong Beng dan Khouw Ceng terus membujuki cu-kongnya ini.
justru saat itu, pengawal memberitahu kedatangan Ma Liang dan I Cek yang segera mengahadap pada Lauw Pi.
Lauw Hian Tek memerintahkan supaya kedua orang itu masuk dan mereka lantas ditanya, mereka membawa kabar apa.
Dua orang ini memberitahu bahwa Keng-Ciu telah jatuh dan Kwan Kong karena kekalahannya memohon bala bantuan. Mereka lantas menghaturkan surat Kwan Kong.
Lauw Pi belum sempat membaca surat itu ketika pengawal datang lagi menghadap dengan laporan atas kedatangan Liauw Hoa.

"Panggil dia masuk!" Lauw Pi memerintahkan pengawal itu.
Liauw Hoa lantas masuk untuk segera berlutut di depan Lauw Pi, sambil menangis dia menceritakan bagaimana Lauw Hong dan Beng Tat tidak mau mengirimkan bala bantuan untuk menolongi Kwan Kong.
Bukan main kagetnya Lauw Pi mendengar laporan itu.
"Kalau begitu, habislah adikku!" dia berseru.
"Lauw Hong dan Beng Tat begitu kurang ajar, dosa mereka tak dapat diampuni lagi!" kata Khong Beng. "Sekarang Cu-kong boleh legakan hatimu, nanti Liang sendiri yang akan memimpin angkatan perang untuk menolongi Keng-Ciu."
Lauw Pi lantas saja menangis.
"Jika In Tiang kenapa-napa, koh pasti tak akan mau hidup sendirian," kata Lauw Pi. "Besok koh sendiri yang akan memimpin tentara untuk menolongi In Tiang...."
Dengan lantas, dengan berbarengan Lauw Pi mengeluarkan dua perintahnya salah satu untuk mengirim kabar pada Thio Hui di Long-Tiang dan yang satu lagi buat segera menyiapkan angkatan perang.
Belum sampai terang tanah, waktu datang saling susul beberapa kali. Bahwa Kwan Kong malam-malam ini juga telah menyingkir ke Lim-Ci, tetapi disana dia kena tawan oleh Panglima Gouw karena dia tidak mau menakluk, dia dan anaknya telah "Pulang menjadi malaikat."
Ketika Lauw Pi mendengar warta terakhir, dia menjerit keras dan roboh pingsan.